Jumat, 14 Maret 2014

How I Met 'The One'

 Translate by Rina Eka Putri



Orang yang mencuri hatiku dengan kepribadian unik, dan senyum yang luar biasa.

Dia bisa dengan mudah meluluhkan hati dingin ku.

 
Dia hanyalah seorang mahasiswa baru di sekolah ku waktu itu. Ya, sekolah ku. Bukan kelas ku. Dan pertama kalinya aku melihat wajahnya karena dia menabrak ku di kantin. Hingga sup yang ku pegangan jatuh. Dan ya. Kami berdua jatuh juga. Dan sup itu tumpah keseluruh tubuh kami. Untungnya sup itu tidak panas.
Kemudian, aku mendengar semua orang tersentak. Ya tentu saja mereka terkesiap. Halo? Siapa sih yang bermain-main dengan ku? Ya begitu berani? Sampai saat ini, tidak peduli seberapa keberanian yang mereka miliki, mereka tidak akan pernah main-main dengan ku. Tapi, semua gadis tidak hanya terkikik. Ketika aku mendongak, dia masih menunduk sambil menahan tawanya. Nyaris tidak ada yang mengerutkan dahi melihat pemandangan ini. Aku mengenalinya sebagai mahasiswa baru ketika aku melihat pakaiannya. Aku bisa mengatakan dia itu baru dan pakaiannya itu tampak begitu kebesaran untuknya. Ketika dia mendongak, aku terpesona. Dia begitu cantik, sampai aku tidak dapat menolak untuk menatapnya. Dia tidak merasa menyesal atau bersalah. Sebaliknya, kebahagian yang saya lihat ketika saya menatapnya melalui bola mata cokelat yang indah itu. Waktu serasa berhenti hanya dengan menatap wajahnya yang cantik.
Tapi, aku tidak bisa lengah. Walau bagaimanapu aku ingin melihat dia setiap detik dalam hidupku, aku mengalihkan pandanganku darinya. Aku masih tidak bisa menahan perasaan ku padanya. Rasaku sudah ada sejak aku menatap wajahnya. Dan jika aku mengatakan sesuatu hari itu, aku tidak bisa menjamin aku tidak akan merasa gugup dan tergagap. Jadi aku pun hanya berdiri, dengan wajah tenang dn keringat dingin menempel di wajahku. Ketika aku akan pergi, dia berdiri dan menahan pergelangan tangan ku.
Ketika aku berbalik, aku terkejut. Tinggi badannya hampir menyamai ku. Padahal lagi aku adalah anak laki-laki tertinggi di sekolah. Jadi aku pikir dia  bisa dikatakan orang tertinggi yang kedua.
"Maidelinne .." "Nama saya Maidelinne" tambahnya dengan cepat ketika dia melihatku menautkan kedua alis. Dia mengulurkan tangan kanannya kepada ku. Kemudian aku mengulurkan tangan dan berjabat dengannya.
"Aku Hans" Whaat? Bukankah aku orang yang dingin. Tapi aku cukup ramah. Namun, terima kasih Tuhan aku tidak menjadi gagap hari itu. Aku bisa kehilangan image ku jika aku melakukan itu. Semua orang menatap kagum. Ya oke, aku tahu bahwa itu benar-benar langka, untuk melihat ku bersosialisasi dengan orang lain. Tapi halo? Benarkah kalian benar-benar bepikir hal itu tidak pernah terjadi? so far, aku punya teman juga, kalian tahu.
Setelah kami memperkenalkan diri, aku berbalik dengan ekspresi yang sama, dan aku meninggalkanya yang tercengang.
Setelah itu, aku tidak bisa berhenti memperhatikannya di mana pun dia berada. Mataku selalu mengikuti gerak-geriknya. Dan karena itu, aku tahu rumahnya, hobi, teman-temannya, kegiatan rutinnya, dan tentu saja, kelasnya.
Pertemuan kedua kami yaitu ketika aku sedang berjalan-jalan. Aku hanya dengan seorang teman bernaa Jason dan saudara tercinta ku, Steve, sudah ku bilang bukan bahwa aku setidaknya harus memiliki percakapan normal dengan orang lain. Tapi, meski bagaimanapun aku seorang lelaki jantan, hanyasaj aku mudah gugup ketika aku dekat dengannya. Hanya dia yang bisa membuat ku begitu gugup seperti ini.
Lalu, sekarang, aku pergi ke rumahnya, karena tidak ada cara lain, aku akan berbicara dengannya. Hingga akhirnya aku melihat ada 3 anak laki-laki mengelilinginya. Aku berencana hanya ingin melihatnya dari kejauhan. Tapi, mereka semakin terlihat aneh. Salah satu anak laki-laki meraih pergelangan tangannya kasar. 'Oke, sekarang waktumya menunjukkan kau adalah orang, Hans. Berhenti menjadi begitu dingin' batin ku pada diri sendiri. Aku berjalan menuju gadis ku. Ketika aku berjalan semakin dekat, aku menyadari bahwa mereka orang-orang ayahku. Aku berjalan mendekati mereka.
"Hey! Apa kau pikir apa yang kau lakukan itu?! "Aku mati-matian mempelototi mereka. Ketika mereka menyadari siapa yang berbicara, mereka buru-buru berbaris dan menundukkan kepala mereka ke bawah.
"Jangan pernah berani meletakkan tangan kotor kalian padanya! Atau aku akan menendang kalian keluar. Mengerti? "
"Ii-ya" Mereka mengangguk lemah. Aku menatap penuh sayang. Dia terlihat begitu pucat saat itu.
"Apakah kau baik-baik saja?" Dia menggelengkan kepalanya. Dan ketika aku mengulurkan tangan kananku, dia tersentak. Aku menghela napas.
"Hanya ... hati-hati" Aku berbalik dan tiba-tiba aku merasakan sesuatu menangkap pergelangan tanganku.
"Jangan..... Jangan tinggalkan aku." Bibir pucat gemetar. Aku mendesah dan menatap bola mata cokelatnya yang indah.
"Siapa mereka?" Dia bertanya.
"Yah, orang-orang ayahku" Aku mengangkat bahu. Dia mengerutkan kening
Singkatnya, aku berjalan ke rumahnya. Dan kami berbicara banyak. Ya, aku berpura-pura tidak tahu apa-apa. Dari apa yang aku lihat, dia suka bicara dan banyak tersenyum. Kami berbicara tentang satu sama lain. Dan kami bertukar nomor ponsel kami
Dan setelah itu, karena kami semakin dekat, pertemuan kami bukan hanya satu sisi pertemuan lagi. Kami sering melakukan hubungan melalui ponsel. Semua orang heran. Bagaimana bisa seorang pemarah, dingin dan tampan berteman dengan anak yang berpenampilan, lucu, dan kocak. Aku menyukainya bahkan sekarang aku mencintainya. Aku tidak pernah merasakan perasaan hangat dan nyaman sebelum bertemu dengan dia. Bahkan tidak dengan Steve. Tidak pernah canggung dengannya, meskipun aku sering canggung jika dengan orang lain. Selain itu, dia tidak pernah protes atau marah pada sikap diam ku.

                
Jadi, sekarang kami adalah teman. Aku duduk dengannya di atas rumput taman. Jantung ku  berdetak begitu cepat setiap kali aku ingat rencanaku.

                
Aku akan mengaku padanya sekarang, malam ini.

                
"Maidelinne," Ya ampun oh tenang, jantung. Tarik napas, napas.

                
"Hmm?" Dia menatap mataku. Jadilah seorang pria, Hans! Aku menghela napas.

                
"Aku mencintaimu" Aku bisa merasakan pipiku menjadi panas. Aku harap dia tidak bisa melihat pipi ku yang memerah, mengingat ini malam hari dan tentunya gelap. Dia berdengung sambil menganggukkan.

                
"Aku juga mencintaimu" sahutnya

               
Hening sesaat,


                
"Jadi ...?" Aku mencari kepastian.

                
"'Jadi' apa?" Aku bisa melihatnya yang tersenyum dari belakang dengan posisinya yang membelakangi ku saat itu.

                
Aku menghela napas lega.

               
Sekali lagi aku meyakinkan

                
"Maidelinne ... jadilah milikku?" Ia terkekeh. Bahkan tertawa nya bisa membuat hatiku berhenti berdetak sejenak.

                
"Aku milikmu" dia mendekatiku dan mencium pipiku kilat. Aku terkejut karna tiba-tiba ia begitu. Lalu, aku memeluknya erat.

                
Dia pasti 'satu-satunya'









sumber : http://www.short-fiction.co.uk/newstories/show_story.php?story_id=28785